Kita pasti pernah merasakan friendzone. Kata orang, tidak mungkin dalam hubungan persahabatan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang menyimpan rasa. Entah salah satu atau bahkan keduanya.
“Jika memang dia jawaban atas doa-doamu, bukankah kau memang harus menerimanya, Lif?”
“Lalu, bagaimana jika ternyata aku menyebut nama lain dalam doa-doaku?”
“Apa nama lain itu namaku, Lif?” Dengan suara yang begitu lirih ia bertanya.
Gadis itu mengangguk.
“Lif, aku memang menaruh harap padamu. Aku juga menyebut namamu di setiap sujudku. Namun, ada hal lain yang membuat aku tidak bisa melanjutkan harapanku.”
“Kalimatmu justru tidak memberikan jawaban apa-apa, Ham. Aku kecewa, kau terlalu pengecut. Aku benci itu.”
Haruskah Alif berbalik arah? Meninggalkan semua yang berkaitan dengan citanya dan memilih hati yang membuatnya menjadi perempuan istimewa? Namun kenyataan yang ia jumpai begitu memilukan. Hatinya mungkin bisa ia genggam, namun tidak dengan hari-hari di masa depannya. Jalan berliku macam apalagi yang harus ia tempuh? Apakah logikanya selemah itu? Seperti perempuan kebanyakan, akankah ia mengandalkan perasaannya?
Mari simak kisahnya!!!
Salam Friendzone